Discounted Cash Flow atau biasa disingkat DCF adalah salah satu metode untuk menghitung prospek pertumbuhan suatu instrumen investasi dalam beberapa waktu ke depan. Konsep DCF ini didasarkan pada pemikiran bahwa jika anda menginvestasikan sejumlah dana, maka dana tersebut akan tumbuh sebesar sekian persen atau mungkin sekian kali lipat setelah beberapa waktu tertentu. Disebut ‘discounted cash flow’ atau ‘arus kas yang terdiskon’, karena cara menghitungnya adalah dengan meng-estimasi arus dana dimasa mendatang untuk kemudian di-cut dan menghasilkan nilai dana tersebut pada masa kini.
Biasanya,
seorang investor ingin mengetahui bahwa jika dia menginvestasikan sejumlah dana
pada satu instrumen investasi tertentu, maka setelah kurun waktu tertentu
(misalnya setahun), dana tersebut akan tumbuh menjadi berapa. Untuk
menghitungnya, maka digunakanlah DCF. Okay, kita langsung aja ke contohnya.
Misalnya
anda punya duit sebesar Rp100 juta yang akan anda investasikan pada suatu
usaha, katakanlah toko baju, dimana toko tersebut berdasarkan historisnya mampu
mencetak pertumbuhan modal (yang dihasilkan dari peningkatan saldo laba)
sebesar 50% per tahun. Dengan asumsi di tahun berikutnya toko baju tersebut
akan kembali mencetak pertumbuhan 50%, maka dana anda akan tumbuh 50% menjadi
1.5 kali lipat dalam setahun, alias Rp150 juta. Bagaimana kalau setelah tiga
tahun? Maka kenaikan sebesar 1.5 kali lipat per tahun tadi dipangkatkan tiga
(1.5 x 1.5 x 1.5 = 3.37), kemudian dikali dana awal yaitu Rp100 juta, sehingga
hasilnya adalah Rp337 juta.
Dengan
demikian, jika anda menempatkan modal sebesar Rp100 juta pada sebuah toko baju
yang menawarkan prospek pertumbuhan sebesar 50% per tahun, maka setelah tiga
tahun, modal anda akan tumbuh menjadi Rp337 juta, atau 3.37 kali lipat.
Pada
perkembangannya, ada juga investor yang ingin mengetahui bahwa jika dia
mengharapkan dana sebesar Rp500 juta dalam tiga tahun, maka dia harus setor
modal berapa ke toko baju tadi. Kalau gitu maka perhitungannya tinggal dibalik
aja, yaitu: Rp500 juta dibagi 3.37, dan hasilnya adalah Rp148 juta. Maka si
investor tersebut harus menyetor modal Rp148 juta, agar dananya tumbuh menjadi
Rp500 juta dalam tiga tahun.
Konsep
DCF inilah yang menyebabkan valuasi saham-saham di seluruh bursa saham di
dunia, termasuk BEI, menjadi mahal, dimana PBV 2 kali untuk sebuah perusahaan
yang kinerjanya bagus dan prospeknya cerah, sudah dianggap cukup murah. Padahal
kalau pakai perhitungan kasar, PBV 2 kali itu kan artinya anda harus membeli
saham pada harga senilai dua kali lipat dari nilai riil perusahaannya.
Simpelnya, anda harus membayar Rp200 juta untuk memperoleh ‘barang’ senilai tak
lebih dari Rp100 juta. Lho?
Untungnya,
‘barang’ yang dimaksud disini yaitu modal bersih (equity) perusahaan, nilainya
akan terus meningkat di masa mendatang, sesuai dengan pertumbuhan saldo
labanya. Dan mengingat pertumbuhan perusahaan bersifat eksponensial (2 x 2 x 2
dan seterusnya) dan bukannya kumulatif (2 + 2 + 2 dan seterusnya), maka
meskipun anda membelinya pada harga dua kali lipat, tapi dalam beberapa tahun
berikutnya nilai barang tersebut mungkin akan sudah lebih besar dari modal yang
anda keluarkan.
Misalnya,
PT Antah Berantah mencatat modal bersih 100 milyar. Anda lalu membeli 0.1%
sahamnya senilai Rp200 juta (PBV-nya dua kali). Mengingat perusahaan mencatat
pertumbuhan modal rata-rata 30% per tahun, maka terdapat peluang bahwa
perusahaan akan mencatat modal Rp100 milyar + 30% = Rp130 milyar di tahun
depan. Dan di tahun berikutnya lagi, laba bersih tersebut akan naik lagi
menjadi Rp130 milyar + 30% = Rp169 milyar, dan seterusnya. Dengan asumsi bahwa
pertumbuhan laba bersih sebesar 30% per tahun tersebut dicapai secara
konsisten, maka dalam lima tahun, PT Antah Berantah akan memiliki modal sebesar
Rp371 milyar. Alhasil dengan modal Rp200 juta, anda akan memperoleh barang
senilai Rp370 milyar (Rp371 milyar dikali 0.1%) dalam lima tahun, alias
kenaikannya mencapai hampir dua kali lipat. Dan kenaikan tersebut akan
tercermin pada kenaikan harga saham yang anda pegang. Selain itu, ingat bahwa
PBV saham yang anda pegang akan tetap berada di level 2 kali, sehingga kalau
ada orang yang mau membeli saham yang anda pegang, maka dia harus membayar
Rp740 juta, bukan lagi Rp200 juta seperti ketika anda membelinya lima tahun
sebelumnya.
Jadi
disini, kita bisa katakan bahwa saham PT Antah Berantah memang layak dihargai
pada harga dua kali lipat (PBV-nya dua kali) dari nilainya saat ini, karena
ternyata dalam lima tahun berikutnya, modal perusahaan mampu berkembang dari
Rp100 milyar menjadi Rp371 milyar, atau sudah lebih besar dari modal yang
dikeluarkan si investor ketika membeli sahamnya (Rp370 juta berbanding Rp200
juta).
Pada
prakteknya, di BEI terdapat cukup banyak perusahaan yang mampu mencatat
pertumbuhan modal dengan lebih cepat, bisa mencapai 50% atau bahkan 100% per
tahun. Belum lagi jika perusahaan tersebut meng-akselerasi pertumbuhannya
dengan aksi korporasi tertentu, misalnya akuisisi. Alhasil, dana anda bisa
berkembang lebih cepat, dan anda mungkin tidak perlu menunggu sampai lima tahun
untuk melihat harga saham anda naik dua kali lipat. Faktanya, di BEI sendiri
terdapat cukup banyak saham yang harganya naik dua hingga tiga kali lipat hanya
dalam setahun, dimana kenaikan tersebut memang selaras dengan kenaikan
modalnya, sehingga PBV-nya pun tidak ikut naik melainkan tetap. Inilah
saham-saham yang secara fundamental sangat layak untuk dikoleksi, apalagi jika
PBV-nya wajar (dikisaran 2 atau maksimal 3 kali).
Semoga
informasi diatas dapat bermanfaat dan jangan lupa untuk terus dukung kami
dengan agar kami dapat terus memberikan informasi bermanfaat dan menarik
lainnya seputar akuntansi, pajak, dan investasi di postingan berikutnya.
Sumber : https://www.teguhhidayat.com/2012/01/discounted-cash-flow.html
No comments:
Post a Comment
Sebagai pengunjung blog yg baik jgn lupa y tinggalkan komentar, saran atau y itu gak usah dibilang agan2 semua tau kan, agar blog ini bisa terus memberikan informasi pada agan - agan semua.